Yurisprudensi Hutang (Bagian 12): Etiket dalam Piutang Hutang

Sebagai penghujung dari pembahasan dari Fikih Utang Piutang, seorang muslim sebaiknya mengetahui bagaimana muamalah bersama manusia lainnya, khususnya dalam masalah utang piutang. Dalam urusan utang piutang, terkadang teman bisa menjadi lawan, keluarga bisa menjadi musuh, dan tetangga yang semula rukun dan damai, berubah menjadi acuh tak acuh.

Barangkali hal tersebut terjadi karena tidak mengetahui adab-adab dalam utang piutang. Sehingga tidak sedikit perselisihan terjadi disebabkan karena ketidaktahuan terhadap adab-adab tersebut.

Aturan penting dalam berurusan dengan orang

Ada aturan yang harus diketahui dalam berhubungan dengan orang,

Hak Tuhan Yang Maha Esa didasarkan pada ampunan, dan hak hamba-Nya didasarkan pada toleransi, untuk mengupayakan kecukupan Tuhan dan kebutuhan manusia.

“Hak-hak Allah Ta’ala dibangun di atas dasar toleransi (pemaafan), sedangkan hak-hak hamba (manusia) dibangun di atas dasar tuntutan (sifat pelit), karena Allah tidak membutuhkan apapun, sedangkan manusia saling membutuhkan.”

Yakni, Allah Kisah yang Maha Mengampuni hamba-hamba-Nya jika hamba-hamba-Nya lalai dalam memenuhi hak-hak Allah. Adapun manusia, hak-hak mereka dibangun di atas rasa pelit. Artinya, manusia tidak ingin haknya itu diambil, dirampas, atau tidak dibayarkan utangnya. Demikianlah hukum asal dari muamalah dengan manusia. Hal ini berdasarkan firman Allah Mengetuk,

Dan jiwa-jiwa dibawa ke dalam kemiskinan

“Dan pada diri manusia telah dihadirkan sifat kikir (pelit).” (QS. An-Nisa : 128)

Sehingga ketika posisi Anda sebagai pengutang, jangan beralasan Anda tidak mau membayar utang Anda karena pemberi utang adalah orang yang kaya. Hak tetaplah hak; seberapapun kayanya orang yang memberikan Anda utang, hak dia tetaplah harus ditunaikan. Jika tidak, maka hal tersebut termasuk perbuatan zalim yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

Barangsiapa menganiaya saudaranya demi kehormatannya atau apa pun, hendaklah dia melepaskan diri darinya pada hari ini sebelum tidak ada dinar atau dirham, jika dia mempunyai pekerjaan. Orang yang shaleh akan diambil darinya sesuai dengan kezalimannya, dan jika dia tidak mempunyai amal baik apapun, maka sebagian amal buruk temannya akan diambil darinya, dan beban akan dibebankan padanya.

“Barangsiapa menganiaya saudaranya, baik itu kehormatannya atau yang lainnya, maka hendaknya ia meminta halal (kerelaan) darinya pada hari ini, sebelum tiba hari (Kiamat) yang tidak ada dinar dan dirham di dalamnya. Jika ia memiliki amal shaleh, maka akan diambil darinya sesuai dengan derajat kesalahannya. (H.R.Bukhari)

Kata-kata Nabi jelas shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang mempunyai harta, maka dia menunda membayar utangnya. Dia shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

Keinginan orang kaya itu tidak adil, maka jika salah seorang di antara kalian diikuti oleh seorang penguasa, biarlah dia mengikuti

“Menunda pembayaran oleh orang yang sehat adalah kezaliman. Jika salah seorang di antara kalian dialihkan (utangnya) kepada orang kaya, hendaknya dia menerima transfer tersebut.” (H.R.Bukhari)

Artinya, orang yang mampu membayar utang tetapi menunda-nunda dengan sengaja, maka ia zalim, karena menahan hak orang lain tanpa alasan syar’i. Kemudian jika pihak pengutang mengalihkan utangnya kepada orang yang kaya, maka hendaknya pemberi utang menerimanya dan tidak mempersulitnya. Hal ini dikenal dengan fikih hiwalah.

Tata krama debitur

Hendaknya pengutang meminjam hanya karena kebutuhan yang mendesak

Tidak menjadikan utang sebagai kebiasaan hidup. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam salatnya sering sekali berlindung dari utang. Ummul Mukminin ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha mengatakan,

Beliau sering mengucapkan dalam doanya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang. Kepadanya diberitahu: Engkau berlindung dari dosa dan utang, wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Jika seseorang terlilit hutang, lalu ia mengambil pinjaman, kemudian ia berdusta dan berjanji lalu mengingkarinya.

“Dia, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian, sering berdoa dalam doanya, ‘Ya Tuhan, aku berlindung padamu dari dosa dan lilitan utang.‘ Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Ya Rasulullah, kamu sering meminta perlindungan dari hutang.’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya ketika seseorang terlilit hutang, dia akan berbicara lalu berdusta, berjanji lalu mengingkari.’ (Muttafaqun ‘alaih)

Berniat untuk melunasi utangnya

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

Barangsiapa mengambil uang orang dan ingin mengembalikannya, maka Allah yang akan membayarnya, dan barangsiapa yang mengambilnya dan ingin membinasakan, maka Allah akan membinasakan.

“Barangsiapa yang mengambil harta manusia (berutang) dengan berniat ingin melunasinya, maka Allah akan membantu untuk melunasinya. Dan barang siapa yang mengambil harta manusia dengan berniat ingin merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya.” (H.R.Bukhari)

Niat baik menjadi alasan yang kuat untuk mendapatkan rezeki dan Allah memberikan kemampuan untuk melunasi hutang. Sebaliknya, niat buruk justru akan menjadi penyebab Allah membinasakan harta seseorang.

Mencatat utang dengan jelas

Seperti firman Tuhan Kisah dalam surat Al-Baqarah ayat 282, dan pembahasan telah berlalu.

Segera melunasi ketika mampu

Seperti yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Anggapan orang kaya itu tidak adil

“Penundaan pembayaran oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman.” (H.R.Bukhari)

Kembali dengan yang setara atau lebih baik (tanpa syarat di awal kontrak)

Adab pemberi utang

Memberikan pinjaman dengan niat membantu dan mengharapkan pahala dari Allah Kisah

Tidak mempersulit orang yang berutang

Seperti firman Tuhan Mengetuk,

Dan jika dia dalam kesulitan, carilah sesuatu yang mudah. Dan jika kamu bersedekah, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

“Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu, itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).” (QS. Al-Baqarah : 280)

Tidak mengambil manfaat dari utang (riba terselubung)

Seperti meminta hadiah, tambahan, atau jasa sebagai imbalan atas pinjaman yang diberikan. Semua itu sudah termasuk riba.

Mencatat dan menghadirkan saksi

Sebagaimana perintah Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 282, baik itu utangnya besar atau kecil. Hal ini tentunya agar tidak timbul sengketa di kemudian hari.

Demikianlah di antara hal-hal yang harus diketahui sebelum Anda berutang atau mengutangi seseorang. Yang paling penting, janganlah berutang kecuali dalam kondisi terdesak. Tidak perlu berutang jika memang tidak mampu untuk membayarnya. Jangan letakkan penyesalan di kemudian hari setelah sebelumnya menghalau penyesalan itu adalah suatu kemampuan.

Semoga Tuhan menjadikan kita orang-orang yang tidak berharap untuk terlilit hutang; Jadikanlah kita sebagai orang yang jika mempunyai hutang, maka Allah akan memberikan kemudahan untuk melunasinya. Dan semoga Allah memudahkan urusan kaum muslimin yang mempunyai hutang, sehingga Allah dapat melunasi hutang-hutangnya dan meringankan urusan mereka.

Sampai di sini serial tulisan kami terkait dengan Fikih Utang Piutang, semoga yang kami tuliskan ini bermanfaat bagi diri pribadi dan juga para pembaca. Tuhan memberkati.

[Selesai]

Kembali ke bagian 11 Mulai dari bagian 1

***

Depok, 26 Rabi’ul akhir 1447/ 19 Oktober 2025

Penulis: Zia Abdurrofi

Artikel Muslim.or.id


News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.