Hutang Utang (Tas. 5)

Kaidah objek utang piutang

Telah diketahui bahwasanya dalam utang piutang, segala jenis harta atau barang yang bisa diperjualbelikan, maka sah untuk dijadikan sebagai objek utang piutang. Karena terdapat suatu kaidah yang mesti difahami dalam hal ini,

Jadi semua yang benar berlaku untuk pinjamannya, dan segala sesuatu yang tidak valid untuk itu tidak valid.

“Segala yang sah (digunakan sebagai objek) dalam jual beli, maka sah (digunakan sebagai objek) dalam utang piutang; dan segala yang tidak sah (digunakan sebagai objek) dalam jual beli, maka tidak sah (digunakan sebagai objek) dalam utang piutang.” [1]

Sheikh Muhammad bin Shalih al-‘utsaimin Rahimahullah dikatakan,

“Dari kaidah di atas dapat diketahui, bahwasanya anjing tidak sah untuk dijadikan objek utang piutang karena anjing tidak sah diperjualbelikan. Begitupun dengan bangkai, tidak sah dijadikan objek utang piutang karena bangkai tidak sah diperjualbelikan. Begitupun dengan barang yang digadaikan, tidak sah dijadikan objek utang piutang, karena tidak sah diperjualbelikan. Dan sama halnya dengan barang yang diwakafkan, tidak sah dijadikan objek utang piutang karena tidak sah untuk diperjualbelikan, dan lain sebagainya.” [2]

Sehingga yang menjadi patokan boleh atau tidaknya suatu barang dijadikan sebagai objek utang piutang adalah dilihat dari boleh atau tidaknya barang tersebut diperjualbelikan. Intinya, yang dijadikan objek utang piutang adalah barang yang bernilai (nominal) dan bisa diganti dengan nominal yang serupa. Lalu bagaimana dengan emas? Apakah diganti dengan yang semisal? Atau bisa diganti dengan nominal?

Utang emas [3]

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwasanya para ulama bersepakat bahwa utang emas hukumnya boleh. Dengan catatan, dikembalikan dalam bentuk yang semisal atau yang senominal. Jika pengutang ingin mengembalikan dengan emas yang lebih bagus atau dengan nominal yang lebih, maka hal ini diperbolehkan ketika tidak ada persyaratan atau kesepakatan di awal akad. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Orang terbaik adalah yang terbaik dari mereka

“Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar utang.” (Hr. Muslim)

Backets ke debitur dapat menyediakan untuk debitur, sehingga emas yang dipinjam dikembalikan dalam bentuk yang sama (sama). Jika itu adalah bentuk emas yang banyak di pasaran dan mudah dibuat.

Contoh: Pengutang ingin meminjam emas berupa cincin seberat tiga gram, dua puluh empat karat, spesifiknya cincin tersebut bermata tiga. Jika hal tersebut disepakati oleh pengutang dan pengutang bisa mengembalikan cincin dengan spesifikasi yang serupa, maka itu yang terbaik. Kalau tidak bisa dikembalikan dalam bentuk emas yang serupa, maka dikembalikan nominalnya sesuai dengan harga ketika ingin melunasi utang dan tanpa ada perjanjian ketika akad ingin diganti dengan nominal.

Kaidahnya sebagaimana yang dikatakan Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah,

Jika hal yang sama tidak ditemukan respons nilainya pada saat pinjaman, cita -cita adalah merespons pinjaman dengan cara yang sama

“Barang yang ada padanannya (mitsli) dalam pinjaman, hendaknya dikembalikan dengan yang sepadan (sejenis). Kalau tidak ada yang sejenis, maka dikembalikan dalam bentuk nominal waktu berutang.”

Para fuqaha (ahli fikih) menganggap barang-barang yang ditakar dan ditimbang sebagai mitsli (memiliki padanan/kembaran), kecuali jika dimasuki unsur kerajinan tangan yang dibolehkan, maka ia menjadi qimi (memiliki nilai/harga). Hal ini tentunya hanya berlaku pada masa mereka, karena sulitnya membuat kerajinan dengan bentuk dan rupa yang sama. Adapun pada masa sekarang, kita bisa membuat ribuan salinan dengan rupa dan bentuk yang sama.

Dalam hal ini, Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah Berbeda dengan penulis buku dia Kuliah, yaitu Zaadul di masa depan Pekerjaan Abun Naja Musa bin Ahmad al-Hajjawi Rahimahullah. Perbedaan tersebut terletak dalam penggunaan makna mitsli, karena penulis kitab Zaadul di masa depan memaknai mitsli hanya sebatas barang-barang yang bisa ditakar dan ditimbang saja.

Adapun Syekh Al-Utsaimin sedikit lebih luas cakupannya dalam penggunaan kata “mitsli ”. Tidak hanya barang-barang yang bisa ditakar dan ditimbang saja, namun barang-barang yang sifatnya dibuat dengan tangan, itupun bisa dikategorikan dengan mitsli (sesuai).

Sheikh Muhammad bin Shalih al-utssaimin Rahimahullah dikatakan,

Pandangan yang benar adalah bahwa gay itu tidak tertandingi, identik atau dekat dengan banyak hal, dan itu menunjukkan bahwa nabi, semoga doa dan damai Tuhan ada di atasnya, dikatakan kepada istrinya yang memecahkan kapal itu dengan nilainya, maka kita mengatakan – contohnya – yang diketahui – itu diketahui – Contohnya – yang diketahui – itu adalah yang diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – Contohnya – yang diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – Contohnya – Contohnya – Contohnya – Contohnya – untuk kemajuan, dan itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – itu diketahui – Contohnya – Contohnya – homoseksual, jadi mirip dengan biji. Kebenaran, dan ini diketahui, dan perhiasan – misalnya – pena, dan jam tangan, semua ini adalah homoseksual, dan mereka berada di batas ahli hukum.

“Yang benar, mitsli adalah sesuatu yang memiliki padanan, sama persis, atau sangat mirip. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada istrinya yang memecahkan bejana dan merusak makanan, (beliau bersabda), ‘Bejana (diganti) dengan bejana, dan makanan (diganti) dengan makanan.’ Beliau tidak menggantinya dengan nilai (harga). Kemudian kita katakan, ‘Saat ini kerajinan tangan sudah maju. Dan sudah diketahui bahwa cangkir-cangkir, misalnya, yang terbuat dari kaca, jelas merupakan barang mitsli karena kesamaan satu cangkir dengan cangkir lainnya lebih kuat daripada kesamaan satu sha’ gandum dengan sha’ gandum lainnya.’ Ini adalah hal yang sudah jelas. Dan perhiasan, misalnya, pena, dan jam tangan, semuanya adalah mitsli. Sedangkan menurut definisi para fuqaha (terdahulu) itu bukanlah mitsli.”

Dalam hal inilah Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah dan penulis kitab Zaadul di masa depan berbeda. Adapun dalam hal konsekuensi dalam mengembalikan utang, maka tidak ada perbedaan. Yaitu, mengembalikan dengan bentuk barang yang dipinjam. Jika emas, maka kembalikan dengan emas yang serupa.

Kalau memang tidak mampu untuk mengembalikan dengan yang serupa, maka dikembalikan dengan nominal sesuai dengan harga pada saat pelunasan utang. Kapan dianggap tidak mampu mengembalikan barang yang sepadan?

  • Jika barang sulit dicari, tidak dijual di mana-mana. Di pasar, di Toko online, atau yang lainnya.
  • Kenaikan harga yang sangat tinggi. [4]

Catatan:

Perlu diketahui, terdapat perbedaan antara akad meminjam emas dan meminjam uang karena menjual emas.

  • Jika seseorang meminjam emas sebagai pinjaman, lalu orang yang berutang emas tersebut menjual emas untuk dirinya sendiri, maka orang yang berutang menanggung utang emas, bukan uang.
  • Jika pemberi pinjaman mengatakan, “Ambil emas saya ini, kemudian engkau jual di pasar, hasil penjualannya silahkan gunakan untuk pinjaman.” Maka ini utang dalam bentuk uang, bukan emas. Sehingga peminjam atau pengutang mengembalikan sejumlah nominal uang yang dipinjamnya ketika ia menjual emas. [5]

Kesimpulan

Sehingga utang piutang berbentuk emas memiliki beberapa kesimpulan,

  • Hutang hukum dimungkinkan.
  • Hukum asal dalam mengembalikan emas adalah dikembalikan dengan jenis yang sama. Bahkan boleh bagi pemberi utang memberikan syarat di awal agar dikembalikan dengan emas yang semisal atau sejenis.
  • Pengutang diperbolehkan mengembalikan emas dalam jumlah yang lebih, dengan syarat tidak adanya perjanjian dengan pemberi utang di awal akad.
  • Jika pengutang tidak bisa mengembalikan emas dalam bentuk yang serupa, maka boleh mengembalikan utang dalam bentuk yang lain. Dengan ketentuan sesuai dengan nominal atau harga emas pada waktu pengutang ingin melunasi utang emas tersebut.
  • Jika pengutang menjual emas atas perintah pemberi utang, kemudian ia menggunakan uang hasil penjualannya sebagai utang, maka pengutang sejatinya berutang uang, bukan emas. Sehingga wajib mengembalikan uang sejumlah nominal ketika ia meminjamnya setelah menjual emas tersebut.

Semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala A’am.

[Bersambung]

***

Depok, 25 Safar 1447/ 19 Agustus 2025

Penulis: Zia Abdurrofi

Artikel Muslim.or.id

Referensi:

Syarhul Mumty ” All Zadil Mustaqny ‘, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah.

Catatan kaki:

[1] Syarhul Mumty ” All Zadil Mustaqny ‘, 9: 96.

[2] Syarhul Mumty ” All Zadil Mustaqny ‘, 9: 96.

[3] Disadur dari: https://islamqa.info/ar/answers/136433

[4] Syarhul Mumty ” All Zadil Mustaqny ‘, 9: 107.

[5] Disadur dari: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/345421


News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.