Apakah itu hal yang dibenci Tuhan?

Teks hadis

Dari sahabat ibn ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

Kebencian solusi untuk Tuhan bercerai

“Hal halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”

Derajat hadis

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam buku ini At-talaqpada bab “Tentang Makruh Talak” (no. 2178), melalui jalur Muhammad bin Khalid al-Wahbi, dari Ma‘rif bin Washil, dari Muharib, dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, dari Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam.

Ini juga diriwayatkan oleh Ibn Majah (no. 2018), melalui jalan Muhammad bin Khalid al-Wahbi, dari ‘Ubaidullah bin al-Walid, dari Muharib, dari Ibn Umar Radhiyallahu ‘Anhuma untuk marfū ‘ (Sampai Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam).

Ini adalah sanad Abu Dawud, namun dengan perbedaan: Ma‘rif bin Washil diganti oleh ‘Ubaidullah bin al-Walid. Maka bisa jadi ini adalah kesalahan dari sebagian perawi, atau bisa juga Muhammad bin Khalid meriwayatkannya dari dua guru yang berbeda.

Namun, sejarah Ibn Majah sangat lemah (Dha’if Jedan)karena ‘Ubaidullah bin al-Walīd tergolong perawi yang sangat lemah, terutama dalam riwayat dari Muharib. Al-Hakim Rahimahullah mengatakan tentang itu, “Itu menceritakan hadis palsu Muharib.” [1]

Dengan demikian, sejarah Ibn Majah tidak dapat memperkuat sejarah Abu Dawud berlanjut.

Hadis ini juga diceritakan oleh Mursal. Abu Dawud meriwayatkannya (no. 2177) melalui garis Ahmad bin Yunus, dari Ma’rif bin Washil, dari Muharib, dari Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam. Sanad ini para perawinya terpercaya, namun hadis ini berstatus Mursal, karena Muharib bin Ditsar adalah seorang or’in, yakni tidak bertemu langsung dengan Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam.

Ibn Abi Syaibah (5: 253) juga menceritakannya melalui waki ‘bin al-Jarrah, dan al-Baihaqi (7: 322) dari Yahya bin Bukayr-detik dari Ma’rif bin Washil, dari Muhari, dari Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam — secara mursal.

Ahmad, Yahya, dan Waki ​​’lebih kuat (Tsimah) dibanding Muhammad bin Khalid al-Wahbi; bahkan Waki‘ saja sudah lebih unggul dari Muhammad. Oleh karena itu, riwayat majalah lebih kuat dibanding riwayat yang bersambung (Maushul), Tapi itu lemah.

Pendapat bahwa hadis ini majalah Juga diperkuat oleh para sarjana hadis seperti:

  • Abu Hatim, sebagaimana disebutkan Al- (1: 431),
  • Ad-Daraquthnî, dalam Al- (13: 225),
  • Al-Bihaqi, di As-name al-Kubra,
  • Demikian pula, al-Khattabi dan al-Mundziri. [2]

Baca juga: Hukum Talak dengan Sekedar Niat

Isi hadis

Para ulama fikih berdalil dengan hadis ini untuk menyatakan bahwa talak (perceraian) merupakan perkara yang tidak Allah cintai. Hal ini karena terdapat Mafas (bahaya atau kerusakan) dan mudarat terhadap hak suami istri dan anak-anak. Oleh karena itu, seorang suami hendaknya menjauhi talak sebisa mungkin.

Penyifatan talak sebagai sesuatu yang halal, tidak menafikan bahwa ia dibenci (makruh). Bahkan, redaksi hadis menunjukkan bahwa talak itu makruh, seandainya bukan karena Allah Kisah Menyediakannya demi kebijaksanaan dan kebijaksanaan yang lebih besar dari kejahatannya sebagai sesuatu yang dibenci. Ibn al-Mulaqin Rahimahullah menyebutkan bahwa makruh yang dimaksud adalah jika talak tersebut tanpa sebab, karena Nabi Shoullahu ‘alaihi wasallam tidak melanggar ibn ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu siapa yang melakukan perceraian. [3]

Talak, ketika dibutuhkan, adalah nikmat yang besar dan karunia yang agung. Dengan adanya talak, seseorang (suami atau istri) dapat terbebas dari hubungan yang pahit dan berpisah dari orang yang tidak ada kebaikan kalau tetap bersamanya, baik karena akhlaknya yang buruk, lemahnya agama, atau sebab-sebab lain yang menimbulkan kegelisahan dalam kehidupan dan kesengsaraan dalam kebersamaan.

Sebagian ulama berdalil dengan firman Allah Kisah Dalam kalimat tentang Kemarahan ‘ (sumpah untuk tidak menggauli istri),

Jika mereka muncul, maka Tuhan diampuni, dan jika mereka bertekad untuk membelah, maka Tuhan adalah pengetahuan

“Jika mereka kembali (kepada istrinya), maka Allah adalah yang paling memaafkan, paling penyayang. Tetapi jika mereka memilukan untuk bercerai, maka Allah adalah semua -mendengar, semua -tahu.” (Qs. Al-Baqarah: 226–227)

Bahwa talak bukanlah sesuatu yang dicintai oleh Allah Pajak. Untuk, Tuhan mengutamakan ‘Lihat’ (yaitu suami kembali menggauli istrinya) daripada talak, dan menutupnya dengan dua nama-Nya yang menunjukkan ampunan dan rahmat, sebagai isyarat bahwa rujuk lebih Allah cintai daripada talak. Sementara talak ditutup dengan dua nama-Nya yang mengandung makna ancaman, yaitu As-samī ‘ (Kebanyakan pendengaran) dan Al-‘Alīm (Penuh arti). [4]

Islam memiliki perceraian yang relevan dalam batasan -batasan tertentu dan menetapkan aturan yang jelas (anak -anak). Islam menjadikannya tahap terakhir dari proses pemecahan masalah antara suami dan istri. Jika umat Islam memahaminya sebagaimana mestinya, maka perceraian akan berada di tempat yang tepat, yang merupakan solusi terbaik dan tidak menyebabkan penyesalan atau dosa. [5]

Namun, yang patut disayangkan adalah maraknya kasus talak, terutama di kalangan pemuda, sebagai akibat dari sikap tergesa-gesa, kurangnya pertimbangan yang matang dari berbagai sisi, dan tidak memikirkan akibat dari suatu keputusan. Mereka bercerai karena hal sepele, dan persoalan menjadi lebih besar apabila mereka menceraikan wanita yang mereka cintai, atau yang telah melahirkan anak-anak yang membutuhkan pengasuhannya.

Ketika Islam mensyariatkan talak, Islam mempersempit jalannya, baik dari segi waktu maupun jumlah. Talak tidak disyariatkan kecuali pada masa suci (bukan haid atau nifas) ketika suami belum menggauli istrinya; atau dalam kondisi istri sedang hamil. Adapun jika talak dijatuhkan saat haid; nifas; atau masa suci yang di dalamnya telah terjadi hubungan suami istri; maka Islam melarang talak pada waktu-waktu tersebut.

Juga, sang suami hanya bisa menjatuhkan satu perceraian. Setelah menjatuhkannya, Tuhan Kisah melarang suami mengusir istrinya dari rumah, dan melarang istri keluar dari rumahnya. Allah Kisah dikatakan,

Jangan keluar dari rumah mereka, juga tidak keluar kecuali untuk datang dengan kecabulan yang jelas

“Jangan memindahkan mereka dari rumah mereka, juga tidak keluar, kecuali mereka melakukan tindakan jahat yang nyata.” (Qs. At-Talaq: 1)

Yaitu perbuatan keji seperti zina atau selainnya.

Hikmahnya —dan Allah lebih mengetahui— adalah bahwa keberadaan istri di rumah suami lebih memungkinkan untuk munculnya rasa sayang, lebih memudahkan untuk rujuk, dan lebih menjaga kehormatannya. Wallahu Ta’ala A’lam. [6, 7]

Baca Juga: Hukum “Pernikahan dengan Niat Perceraian”

***

@Unayzah, KSA; 27 Zulhijah 1446/3 Juni 2025

Penulis: Hakim M. Saifudin

Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Tahdzib at-Tahdzib, 7: 50.

[2] At-i’lam, 8: 341.

[3] At-talkhis, 3: 232; Ma’alims as-Sunan, 3: 92.

[4] Di tafsir kesaksian, 2: 175; Asy-Syarh al-Mumti ‘, 13: 8.

[5] Al-fiqu Baina az-zaujain, hal. 23.

[6] Di tafsir kesaksian, 2: 157-158.

[7] Disarikan dari kitab Minhatul adalah ‘Allam Fry Syarhi Blue (7: 509-512). Kutipan dalam teks di atas adalah melalui mediasi buku.



Game News

Berita Olahraga

News

Berita Terkini

Berita Terbaru

Berita Teknologi

Seputar Teknologi

Drama Korea

Resep Masakan

Pendidikan

Berita Terbaru

Berita Terbaru

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.