Tujuan Ibadah Haji (Bag. 3)

Tujuan keempat: Senantiasa mengingat Allah

Di antara tujuan haji adalah menegakkan dzikrullah, yaitu agar senantiasa mengingat Allah. Bahkan seleuruh amal saleh disyariatkan untuk tujuan ini. Salat disyariatkan untuk mengingat Allah,

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.“ (QS. Thaha: 14)

Demikian pula haji, puasa, dan setiap ketaatan disyariatkan untuk mengingat Allah,

فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

“Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di masy’aril haram.“ (QS. Al-Baqarah: 198)

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.“ (QS. Al-Hajj: 27-28)

Dzikrullah atau mengingat Allah merupakan salah satu tujuan haji, bahkan sesungguhnya haji dan juga ibadah yang lainnya disyariatkan untuk menegakkan dzikrullah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang disebutkan dalam musnad Imam Ahmad dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

إنَّما جُعل الطوافُ بالبيت، والسعيُ بين الصفا والمروة ورميُ الجمار لإقامة ذكر الله عزَّ وجلَّ 

“Sesungguhnya tawaf di Ka’bah, sa’i antara Shafa dan Marwa, dan juga melempar jumrah itu diadakan untuk mengingat Allah Azza wa jalla.” (HR. Ahmad no. 24351)

Penyebutan ketiga amal berupa thawaf, sa’i, dan melempar jumrah bukanlah pembatasan, namun hanya penyebutan contoh, karena hakikatnya amalan-amalan haji seluruhnya disyariatkan untuk menegakkan dzikrullah.

Allah menyebutkan bahwa dzikir merupakan amalan yang mulia dan bentuk ketaatan yang agung. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا، عِنْدَ مَلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ، فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: «ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى»

“Maukah kalian aku beritahu amalan terbaik, tersuci di sisi Allah, dan paling tinggi dalam derajat, serta lebih baik bagi kalian dari diberi emas dan perak, dan lebih baik dari berjumpa musuh lalu kalian penggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian? Mereka menjawab, “Ya”. Rasûlullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dzikir kepada Allah.” (HR. Tirmidzi no. 3377)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ

Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar.“ (QS. Al-Ankabut: 45)

وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرًا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 45)

Dzikrullah adalah ibadah mulia dan agung yang wajib membersamai setiap hamba dalam ibadah haii, salat, puasa, dan seluruh ketatatan; karena manusia yang paling besar pahalanya dalam setiap ketaatan adalah yang paling banyak mengingat Allah di dalamnya.

Imam Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Mu’adz bin Anas Al-Juhany radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ أَيُّ الْمُجَاهِدِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا يَا رَسُولُ اللَّه ؟ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَعَالَى ذِكْرًا ، قَالَ فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا ؟ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا ، ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ الصَّلَاةَ وَالزَّكَاةَ وَالْحَجَّ وَالصَّدَقَةَ كُلُّ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : ذَهَبَ الذَّاكِرُونَ بِكُلِّ خَيْرٍ !! ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَجَلْ

“Seseorang bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Mujahidin mana yang paling besar pahalanya, wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab, “Yang paling banyak dzikirnya.” Ia bertanya lagi, “Orang yang berpuasa mana yang paling banyak pahalanya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Yang paling banyak dzikirnya.” Kemudian orang tersebut menyebutkan salat, zakat, haji, dan sedekah kepada Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab semuanya dengan sabdanya, “Yang paling banyak dzikirnya.” Maka Abu Bakar berkata kepada Umar radhiyallahu anhu, “Orang-orang yang selalu mengingat Allâh Azza wa Jalla membawa semua kebaikan!!” Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Iya.“ (HR. Ahmad no. 15614)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya pelaku setiap amal saleh yang paling mulia adalah yang paling banyak dzikir kepada Allah di dalamnya. Orang puasa yang paling utama adalah yang paling banyak mengingat Allah ketika puasanya. Orang bersedakah yang paling utama adalah yang paling banyak mengingat Allah, orang berhaji yang paling utama adalah yang paling banyak mengingat Allah. Demikianlah hal ini berlaku bagi seluruah amal ketaatan.“

Ini merupakan kaidah yang penting dan mulia yang berlaku umum untuk seluruh ibadah. Orang yang paling banyak pahalanya dalam setiap amalan adalah yang paling banyak mengingat Allah di dalam menunaikannya. Yang dimaksud dengan dzikir atau mengingat Allah adalah dzikir dengan hati dan dzikir dengan lisan sekaligus; keduanya merupakan tingkatan dzikir yang paling tinggi. Karena dzikir terdiri dari tiga tingkatan: dzikir dengan hati dan lisan; dzikir dengan hati saja; dan dzikir dengan lisan saja. Tingkatan dzikir yang paling tinggi dan mulia adalah bedzikir kepada Allah dengan hati dan lisan sekaligus. Setiap orang akan berbeda-beda pahala mereka dalam setiap ibadah sesuai dengan banyak dan sedikitnya dzikir mereka kepada Allah ketika menunaikannya.

Oleh karena itu, sesungguhnya jemaah haji tidaklah berada dalam satu tingkatan dalam haji mereka dan pahala mereka tidaklah sama semua, karena di antara mereka ada yang banyak berdzikir kepada Allah, ada yang pertengahan, ada yang sedikit, bahkan ada yang lalai dan abai. Allahul musta’an.

Maka hendaknya para jamaah haji menjaga watunya dalam ibadah haji mereka untuk bersemangat di dalamnya dalam memperbanyak dzikir kepada Allah, dengan membaca Al-Quran, bertalbiyah, bertasbih, bertahmid, membaca buku yang berisi ilmu, dan yang semisalnya dalam rangka untuk mendapatkan kebaikan yang banyak dalam hajinya dan mendapat keberuntungan di dalamnya serta meraih pahala.

Tujuan kelima: Menguatkan keimanan

Di antara tujuan haji adalah untuk menguatkan iman. Sudah dimaklumi bahawa iman bisa bertambah dan berkurang, serta bisa menguat dan melemah. Bertambah dengan dzikrullah, amalan ketaatan, serta tobat dan kembali kepada-Nya. Iman akan berkurang dengan sikap lalai serta perbuatan maksiat dan dosa. Haji merupakan jalan keluar yang baik untuk memperbaiki hati dan juga menambah keimanan.

Betapa banyak didapatkan dalam ibadah haji, pelajaran yang luar biasa berupa kembalinya hati kepada Allah, dan menguatnya rasa takut dan harap, banyaknya tobat, dan betapa banyak air mata yang menetes, betapa banyak taubat nasuha yang diterima, betapa banyak dosa diampuni, betapa banyak kesalahan diampuni, betapa banyak doa khusyuk yang dikabulkan, dan betapa benyak pembebasan dari api neraka.

Sebab-sebab menguat dan bertambahnya iman dalam ibadah haji sangat banyak. Haji akan menghapus dosa yang telah lalu, haji mabrur tidak ada balasan kecuali surga, dan barangisapa menunaikannya tanpa rafats dan kefasikan, maka dia akan kembali seperti dilahirkan dari perut ibunya, dan juga akan menghapus dosa seperti api menghilangkan karat besi. Sebagaimana hal-hal tersebut diterangkan dalam hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Betapa banyak momentum haji menjadi titik perubahan dalam kehidupan banyak manusia dari kejelekan menjadi kebaikan, atau menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Dan realita kondisi yang seperti ini bisa disaksikan tidak terhitung jumlahnya.

Betapa banyak orang yang berhaji menemukan jawaban ketika haji dan mengangkat tangannya di hadapan Rabb-Nya dengan khusyuk dan merendahkan diri disertai mengharapkan keutamaan yang agung. Dia meminta untuk meningkatkan iman di dalam hatinya dan tetap berada di atas keimanan tersebut, dan menghilangkan fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan memperbaiki urusan dunia, agama, dan akhiratnya, dan menghiasi dirinya dengan hiasan iman, dan menjadikannya di antara orang yang mendapat petunjuk. Allah tidak mengecewakan doa hamba dan tidak menolak permintaanya. Allah berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.“ (QS. Al-Baqarah: 186)

Disebutkan dalam hadis Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam,

الحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ، سَأَلُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ

Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka, maka mereka pun memenuhi panggilan tersebut. Mereka meminta kepada-Nya dan Ia berikan kepada mereka (Ia kabulkan).” (HR. Ibnu Majah, hasan)

Maka renungkanlah jemaah haji yang meninggalkan negerinya, keluarganya, perdagangan, dan pekerjaannya, dan merasakan beratnya perjalanan jauh yang ditempuh, kemudian tatkala sampai di miqat memakai pakaian ihram yang hanya dua kain dengan penuh tawadhu’ kepada Rabbya, tidak memakai penutup kepala, berjalan dengan penuh ketundukan dan perendahan diri menuju Ka’bah dengan ucapan,

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ

Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak (Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu).

Dia mengulang-ulanginya sampai di Ka’bah. Kemudian dia mengulang-ulanginya lagi ketika perpindahan di antara tempat-tempat ibadah haji. Maka betapa banyak ketika itu menjadi perubahan dalam kehidupan manusia? Betapa banyak pengaruh yang besar bagi kepribadian dan akhlaknya, lebih-lebih jika dia menyadari dan merasakan makna ini dengan sesungguhnya serta menghadirkan dalam hati. Maka tidak diragukan lagi, ini akan menjadi pintu yang sangat lebar untuk menguatkan dan memperbarui keimanan.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 2

***

Penulis: Adika Mianoki

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

Maqashidul Hajj, karya Syekh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr hafizhahullah.



Game News

Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime

Gaming Center

Gaming Center

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.