Utang yang Mendatangkan Manfaat atau Keuntungan

Terdapat pembahasan yang tidak kalah penting terkait dengan fikih utang piutang. Pembahasan yang seringkali jadi pertanyaan besar di sebagian benak seseorang. Boleh tidak Sih sebenarnya menerima pembayaran lebih dari debitur? Bukankah itu laptop…? Bisakah Anda memanfaatkan hutang?

Terlebih ada kaidah yang menyebutkan bahwasanya,

Setiap pinjaman telah dibuat dengan riba, yaitu Tuhan

“Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat, maka itu adalah riba.”

Apakah setiap manfaat pada utang piutang sudah pasti riba? Berangkat dari pertanyaan inilah, pembahasan ini menjadi penting untuk dibahas.

Utang yang mendatangkan manfaat

Maksudnya adalah, keadaan ketika pengutang membayarkan lebih dari utangnya. Gambaran sederhananya: Jika A berutang kepada B sebesar Rp500.000. Kemudian ketika pembayaran, A melebihkan menjadi Rp600.000. Maka, pada hal ini terdapat dua keadaan:

Kondisi Pertama: Penambahan atau manfaat yang diberikan telah diperlukan dari awal kontrak antara kedua pihak

Yakni, ketika awal akad kedua belah pihak bersepakat untuk membayarkan lebih dari nominal utang piutang. Apapun istilah yang digunakan, baik disebutkan terang-terangan riba, atau disebutkan dengan biaya administrasi, jasa layanan, biaya proses, bunga, bagi hasil, atau disebut dengan penggunaan bahasa Arab seperti musyarakah dan mudharabahdan juga denda keterlambatan.

Semua ini hanya nama. Faktanya adalah masih laptop, sebagai memanggil (Kosclase) tampaknya merupakan hal yang sah, sehingga manfaat yang menyertainya adalah hal yang sah. Tahu! Keharaman mau dibalut dengan seindah apapun, dibungkus dengan nama-nama yang baik, maka yang haram tetaplah haram!

Allah Kisah telah menyebutkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an,

Mereka yang memakan Tuhan, tidak berdiri, serta apa yang Setan menyembunyikan Tuhan, dan Tuhan memberkati penjualan dan melarang Tuhan

“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Qs. Al-Baqarah: 275)

Dalam kaidah fikih disebutkan,

Persilangan dengan kebenaran dan makna, bukan kepenuhan dan bangunan

“Yang ditolak (dalam perjanjian) adalah fakta dan maknanya (memang), bukan dari kata -kata dan bentuk kata -kata.”

Sehingga apapun namanya, jika sudah disyaratkan di awal akad akan adanya tambahan ketika mengembalikan, maka ini adalah riba. Dalam hal ini para ulama ijma’ (sepakat).

Dan dalam hal ini ada beberapa contoh:

Seperti seseorang ingin memberikan utang namun dengan syarat,

  • Pengutang mengizinkan pemberi utang tinggal di rumahnya.
  • Pengutang mau menjual barang berharga yang dimilikinya kepada pemberi utang.
  • Pengutang mau bekerja untuk pemberi utang.
  • Pengutang mau memberikan sewa kendaraannya kepada pemberi utang.

Intinya, syarat-syarat yang bentuknya manfaat, bukan saja tambahan nominal dalam utang. Namun, hal-hal yang bentuknya manfaat pun dapat termasuk dalam kategori riba.

Di hadits yang dikeluarkan oleh al-imam abu dawud, diSahihkan oleh Syekh Al-Albani Rahimahullahdari Abdullah bin ‘amr katanya, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

Tidak ada pendahulu dan penjualan, atau kondisi dalam penjualan

“Tidaklah halal menggabungkan antara transaksi utang piutang dengan transaksi jual beli, tidak boleh ada dua syarat dalam satu transaksi jual beli, tidaklah halal keuntungan yang didapatkan tanpa adanya tanggung jawab untuk menanggung kerugian, dan engkau tidak boleh menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)

Mengingat akad utang-piutang adalah akad yang dibangung di atas rasa belas kasih. Jika disyaratkan adanya tambahan manfaat, maka ibarat mengubah prinsip utama utang piutang menjadi mengambil keuntungan, bukan lagi soal memberi belas kasih atau berbuat baik.

Keadaan kedua: Tambahan atau manfaat tanpa adanya syarat atau kesepakatan di awal akad

Adapun hal ini, maka diperbolehkan. Bedanya adalah keadaan pertama terdapat syarat dan kesepakatan akan adanya tambahan atau manfaat. Adapun yang kedua sama sekali tidak ada. Dan pemberian ini terjadi bukan ketika akad sedang berlangsung, namun ketika pengutang mengembalikan utangnya.

Artinya, pengutang ingin membalas kebaikan pemberi utang. Dengan melebihkan pembayaran melebihi nominal misalnya, atau yang lain sebagainya. Maka ini diperbolehkan, baik tambahan tersebut berupa nominal atau spesifikasi. Seperti seseorang mengembelikan barang yang lebih baik, atau memberikan nominal yang lebih. Kedua contoh tersebut pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Seperti dalam menyebutkan Hadits Abu Rafi, Nabi sallallahu ‘alami wa sallam Mengembalikan unta yang lebih baik daripada unta yang dia pinjam. Lalu dia shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

Pilihan orang lebih baik

“Sesungguhnya manusia yang paling baik adalah yang paling baik dalam membayar utang.” (Hr. Muslim)

Kemudian di hadits, diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dinyatakan oleh Sheikh al-Albani, dari Abdullah bin ‘Abbas, katanya,

The prophet ﷺ from a man from the supporter wearing forty people, and the carrier was crowned, so he came to him, and the Messenger of God said: Then the man said, and he wanted to speak, and the Messenger of God said: “Do not say except for good, for I am the best of those who wrapped up, and he gave it, and he gave it, and he gave it, and he gave it, and he gave it. For his predecessor, he gave him eighty.

Nabi 1 pernah berutang kepada seorang laki-laki Anshar sebanyak 40 sha ‘ (makanan). Kemudian orang Anshar itu membutuhkan (haknya), lalu datang menemui Nabi 1.

Rasulullah bersabda, ‘Belum datang sesuatu kepada kami (belum ada pemasukan untuk membayar utang).’

Lalu laki-laki itu hendak berbicara, maka Rasulullah 1 Katakan, ‘Jangan katakan kecuali untuk kebaikan, sesungguhnya saya yang terbaik dari mereka yang membayar hutang.’

Lalu dia memberinya 40 sha ‘sebagai tambahandan 40 sha‘ sebagai pembayaran utangnyasampai menerima 80 sha ‘. ”

Hal ini menjadi dalil yang jelas bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tambahan baik secara spesifikasi dan nominal. Adapun tambahan secara spesifikasi adalah hadis Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu. Sedangkan penambahan bentuk nominal adalah hadis ‘Abdullah bin’ Abbas Radhiyallahu ‘Anhu.

Sehingga ini merupakan sunah dalam pengembalian utang serta terdapat akhlak yang mulia dalam hal ini. Dan hal ini tidak masuk dalam utang yang mendatangkan manfaat, karena tidak adanya syarat di awal akad.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 9

***

Depok, 5 Rabi’ul Akhir 1447/ 27 September 2025

Penulis: Zia Abdurrofi

Artikel Muslim.or.id

Referensi:

Disarikan dari kitab Fiqul Muamalat al-Maaliyah al-Muyassar Karya Dr. Abdurrahman bin Hamur al-Muthiriy.


News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.