Menutupi
Pada tulisan-tulisan sebelumnya, telah dijelaskan hal-hal yang berkaitan tentang jual beli kredit. Mulai dari definisi sampai tentang syarat-syarat dalam jual beli kredit. Sebagaimana yang telah diketahui, dalam jual beli kredit terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama tentang boleh atau tidaknya. Sehingga para ulama yang membolehkan sangat ketat dalam menetapkan persyaratan jual beli kredit.
Karenanya, hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan kehati-hatian pada jual beli kredit. Tidak bisa sembarangan dalam melakukan transaksi jual beli kredit. Syarat, baik dalam bentuk ‘Iwadh (nilai dan barang) maupun ‘waktu (batas waktu atau jatuh tempo), harus terpenuhi. Jika tidak, maka transaksi itu tidak sah dan tidak ada keberkahan pada transaksi tersebut.
Sebagai pengingat, bahwa jual beli kredit sangat erat kaitannya dengan utang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
Jiwa orang percaya ditangguhkan oleh agamanya sampai dia tersingkir
“Jiwa seorang mukmin tergantung (tertahan) pada utangnya, sampai utangnya lunas.” (Jam di Tirmidzi dan diriwayatkan oleh Sheikh al-Albani)
Bisa dikatakan, tidak ada bentuk kredit dalam transaksi jual beli pada masa dahulu. Jual beli pada masa dulu adalah dalam bentuk barter barang dengan barang, atau uang dengan barang. Sedangkan utang hanya dilakukan jika memang benar-benar tidak mampu dan membutuhkan. Sampai datanglah masanya kartu kredit pada era tahun 90-an, yang pertama kali muncul di Amerika. Sehingga bayar dengan cara ditunda alias “utang” (kemudian barang diberikan di awal), menjadi hal yang sangat disenangi.
Saat ini, kiranya transaksi jual beli kredit yang berbasis kartu atau yang sejenisnya sudah mulai menurun dan diganti dengan transaksi yang lebih praktis dan mudah. Berbasis aplikasi yang hanya bermodalkan sedikit data pribadi dan sentuhan-sentuhan dari jari jemari. Dengan penamaan yang dibawa ke arah “modern”, disebut dengan “Paylater”, yang dapat diartikan dengan “bayar nanti”. Istilah dan kata sederhana untuk diterima semua lingkaran.
“Paylater” bisa dikatakan berhasil untuk membuat orang-orang yang tidak memiliki apapun menjadi memiliki segalanya. Hebatnya, sering kali tidak ada keinginan untuk membeli suatu barang. Disebabkan istilah manis itu, akhirnya keinginan-keinginan yang sifatnya tersirat pun terpaksa harus dibeli. Tenang saja, nanti bisa dibayar di akhir.
Bahkan seringkali ketakwaan harus tergadaikan dengan hal itu. Keinginan sesaat yang ingin dimiliki secara cepat, gengsi yang begitu tinggi yang tidak ingin tersaingi, memaksa untuk menggadaikan ketakwaan yang dimiliki. Demikianlah realita yang ada di saat ini.
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu pernah bercerita bahwa suatu hari, Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu Lihat daging yang dibawa Jabir. ‘Umar berkata, “Apa ini, O Jabir?” Jabir bahkan berkata, “Aku benar -benar ingin daging, jadi aku membelinya.” Lalu kata Umar,
Atau apakah Anda tidak suka?
“Apa yang Anda inginkan dan kemudian membelinya?
Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bentuknya pengingkaran, artinya tidak semua yang engkau inginkan harus dibeli. Maka benarlah ucapan tersebut jika ditarik pada kondisi saat ini. Tentu tidak semua yang diinginkan harus terbeli. Terlebih jika kemampuan itu belum ada.
Ketika kemampuan dalam membeli suatu barang belum ada, kemudian seseorang memaksakan untuk memperolehnya di atas dari kemampuannya, maka ini akan mempengaruhi dirinya, ia akan bergaya atau berlagak di atas kemampuannya. Lebih-lebih lagi yang ia beli bersifat kredit atau utang, tentunya akan lebih berbahaya lagi. Ia akan terdorong untuk membeli sesuatu yang sifatnya implusif dan terpaksa untuk bergaya di atas kemampuannya dan dipaksa untuk sampai keuangannya pada posisi itu.
Dari sini dapat diketahui, dalam transaksi jual beli kredit sangat banyak hal-hal negatif yang dapat diperoleh. Di antaranya juga adalah seseorang akan menjadi terbiasa berutang. Karena pintu-pintu utang saat ini sangatlah banyak. Karena bunga atau riba yang menggiurkan, membuat pihak penyedia layanan “utang” pun terus menerus menyodorkan kata-kata pemanis: “beli saja dulu, bayarnya nanti gampang.”
Seperti itulah kalimat yang sering kali dipaparkan, yang jika di belakang kalimat itu akan berubah menjadi “daripada uang mandek (tidak berputar), lebih baik dipinjamkan saja agar bisa mengambil keuntungan dari bunganya.” Sehingga menjamurlah aplikasi-aplikasi yang bentuknya pinjaman uang, atau bahasa trendnya adalah “Pinjol” (pinjaman on line).
Bukankah kata nabi yang cukup shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendapati seseorang yang wafat dalam keadaan belum membayar utang?
Berdoa temanmu
“Salatkanlah teman kalian.” (Jam. Bukhari)
Bukankah Sikap Nabi Cukup shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak ingin menyalati orang yang masih memiliki utang?
Bahkan para martir para martir di jalan Allah, tidak diampuni dosa -dosa mereka selama mereka masih memiliki hutang. Dari Abu Qotadah, katanya padaku,
Atas wewenang utusan Allah, semoga doa dan damai Tuhan ada di atasnya, bahwa Dia bangkit di dalamnya, jadi Dia menyebutkan kepada mereka bahwa upaya itu ada di jalan Allah dan iman Allah o Utusan Allah, Anda melihat bahwa jika saya dibunuh dalam jalan Tuhan, dia akan tidak percaya pada dosa -dosa saya, dan seorang utusan Allah, semoga doa -doa dan damainya ada di atasnya, dan damai yang tidak diakui: dan utusan yang tidak disukai, damai, damai, dan damai, dan damai. Tuhan, semoga doa dan damai Tuhan ada di atasnya, berkata, Bagaimana Anda berkata, saya berkata, “Saya telah melihat, jika saya membunuh saya. Dosa -dosa saya, dan utusan Tuhan, semoga doa dan damai Tuhan ada di atasnya, mengatakan bahwa Anda adalah kesabaran yang tidak dapat ditembus.
“Dari nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam, dia pernah berdiri di hadapan mereka dan berkata bahwa jihad di jalan Allah dan percaya kepada Allah adalah praktik terbaik. Kemudian seorang pria berdiri dan bertanya,” Wahai utusan Allah, apa yang akan Anda pikirkan jika saya terbunuh di jalan Allah, akankah dosa -dosa saya akan terlupakan? “Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab,” Itu benar. Jika Anda terbunuh di jalan Tuhan saat Anda sabar, berharap untuk Palaha, berani, dan tidak melarikan diri. “Lalu Nabi Sallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam bertanya,” Apa yang Anda katakan sebelumnya? “Dia menjawab,” Apa yang akan Anda pikirkan jika saya terbunuh di jalan Tuhan, akankah dosa -dosa saya diampuni? “Nabi Sallallaahu’ Alaihi wa Sallam menjawab,” Benar, jika Anda sabar, tidak mengharapkan hadiah dan tidak dijalankan (dari The Battle, “Jawaban,” Jika Anda sabar, tidak mengharapkan hadiah dan tidak dijalankan (dari The Battle, “Jawaban,” Jika Anda sabar, tidak mengharapkan hadiah dan tidak dijalankan (dari The Battle (Battlefield, “Benar, jika Anda sabar, bukan hadiah dan tidak dijalankan (dari Alaihi Wa Sallam menjawab,” Benar, jika Anda sabar, bukan hadiah dan tidak dijalankan (dari Alaihi wa Sallam menjawab, “Benar, jika Anda sabar, bukan hadiah dan tidak dijalankan (dari Alaihi wa Sallam menjawab,” Benar, jika Anda sabar, bukan hadiah dan tidak melarikan kecuali utang, karena Jibril memberitahu hal itu padaku.”
Oleh karena itu, seorang muslim yang bertakwa hendaknya berhati-hati tentang masalah utang, terlebih dalam masalah transaksi jual beli kredit. Yang terbaik adalah menahan untuk tidak membeli sampai ia mampu untuk membelinya. Tidak memaksakan diri dengan cara berutang, terlebih jika pada utang atau kredit tersebut terdapat bunga.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[Selesai]
Kembali ke bagian 9 Mulai dari bagian 1
***
Depok, 18 Muharam 1447/ 13 Juli 2025
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel Muslim.or.id
Game News
Berita Olahraga
News
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Teknologi
Seputar Teknologi
Drama Korea
Resep Masakan
Pendidikan
Berita Terbaru
Berita Terbaru
Download Film
Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.