Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup sendirian, meskipun ia memiliki harta melimpah dan kekuasaan yang besar. Dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pekerjaan, seseorang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.
Dalam dunia kerja, tidak sedikit usaha atau bisnis yang runtuh, bukan karena kekurangan modal atau strategi yang kurang handal, tetapi karena kesalahan dalam memilih orang yang dipercaya untuk bekerja bersama. Betapa banyak perusahaan yang bangkrut karena karyawan yang tidak jujur. Betapa banyak pemimpin yang menyesal karena salah menilai bawahannya. Bahkan, tak jarang, hubungan bisnis hancur hanya karena satu pihak mengkhianati kepercayaan.
Lalu, bagaimana Islam mengajarkan kita untuk memilih pekerja yang ideal? Apakah hanya sekadar melihat keterampilan atau pengalaman saja?
Al -Qur’an memberikan jawaban dan kebijaksanaan yang indah. Saat Musa ‘Alaihissalam Membantu dua wanita di negara bagian Madyan untuk mengambil air, salah satu dari mereka berkata kepada ayahnya,
Dia memintanya.
“Ya ayahku, ambillah sebagai orang yang bekerja, karena memang orang tercepat yang kamu ambil untuk bekerja (untuk kami) adalah orang yang kuat lagi terpercaya (amanah).” (Qs. Al-Qashash: 26)
Dari ayat ini, dapat kita ketahui bahwa ada dua kriteria utama pekerja ideal menurut syariat:
Pertama, al-qawiy (kuat)
Kuat yang dimaksud di sini bukan sekadar kekuatan otot, tapi lebih luas: kuat dalam bidang pekerjaannya. Kuat secara teknis, kuat dalam keterampilan, kuat dalam menghadapi tekanan, dan kuat dalam mengambil keputusan.
Kekuatan dalam setiap pekerjaan itu berbeda-beda tergantung jenis dan macam pekerjaannya. Misalnya, antara kekuasaan eksekutif atau militer (seperti panglima perang) dan kekuasaan yudikatif (seperti hakim), tentu berbeda aspek “kuatnya”.
Untuk panglima perang, kekuatan yang dibutuhkan adalah fisik, siasat, strategi dan teknik berperang; sedangkan hakim kekuatannya dilihat dari keilmuan dan pengetahuan tentang hukum-hukum atau dalil-dalil beserta aplikasinya dalam kasus yang dihadapi. (Lihat Maju ‘al-Faw, 28: 276 dan Maju ‘al-Faw, 28: 365)
Kedua, Al-amin (memercayai)
Amanah adalah sifat yang mengikat antara hati, ucapan, dan perbuatan. Orang yang amanah tidak hanya jujur, tapi juga bertanggung jawab, bisa dipercaya, dan menjaga rahasia. Ia akan menjaga pekerjaan sebaik mungkin, bukan karena diawasi atasannya, tetapi karena merasa diawasi oleh Allah Pajak. Itu tidak mengkhianati tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.
Antara kuat dan dapat dipercaya, mana yang lebih penting?
Kalau ditanya mana yang lebih penting, jawabannya bergantung pada konteks dan jenis pekerjaan yang akan dijalani.
Imam Ahmad pernah ditanya tentang siapa yang boleh dijadikan pemimpin perang atau panglima, apakah yang fisiknya kuat tapi kurang saleh (amanah) atau yang saleh tapi fisiknya lemah?
Imam Ahmad Rahimahullah Dijawab,
Adapun yang kuat tidak bermoral, dia berkata kepada umat Islam dan amoralitasnya pada dirinya sendiri; Adapun kebaikan yang lemah, itu baik untuk dirinya sendiri dan kelemahannya atas umat Islam
“Adapun yang pertama (kuat fisiknya tapi kurang saleh), kekuatan fisiknya bermanfaat bagi kaum muslimin secara umum. Adapun kekurang salehannya, merugikan dirinya sendiri. Adapun orang kedua (saleh tapi lemah fisiknya), kesalehannya hanya untuk dirinya sendiri, sedangkan kelemahan fisiknya merugikan kaum muslimin (orang banyak).” (Lihat Maju ‘al-Faw, 28: 255-256)
Tentu saja, situasi ini akan berbeda jika pekerjaan yang dimaksud berkaitan dengan keuangan atau posisi yang menuntut kejujuran dan tanggung jawab penuh, seperti bendahara di suatu tempat. Dalam pekerjaan seperti ini, amanah dan kejujuran menjadi prioritas utama. Karena bila hilang, maka kerusakan yang ditimbulkan akan sangat besar, baik bagi individu maupun masyarakat luas.
Keduanya, kuat dan amanah, memiliki tempatnya masing-masing; dan yang paling sempurna adalah jika keduanya ada dan saling melengkapi.
Sebuah renungan
Dalam dunia kerja hari ini, banyak yang mengutamakan CV yang menarik, portofolio yang cemerlang, atau kata-kata manis dalam wawancara. Tapi Islam mengajarkan untuk melihat lebih dalam: apakah ia kuat dan amanah? Karena pada akhirnya, kemajuan dan keberkahan dalam usaha tidak hanya ditentukan oleh apa yang tampak di atas kertas, tapi oleh siapa yang kita percayai untuk berjalan bersama kita.
Semoga kita menjadi pribadi yang kuat dan amanah, dan mampu memilih rekan kerja atau karyawan yang juga memiliki dua sifat mulia ini. Amin.
Baca juga: Jangan Jadikan Pekerjaanmu Hanya sebagai Rutinitas Harian Semata
***
Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Itu gaya hidup, Karya Syekh Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil.
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door
Download Film
Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.