Apa Tujuan Manusia Hidup di Bumi?

Setiap manusia, cepat atau lambat, akan sampai pada satu titik dalam hidupnya di mana ia berhenti sejenak, menatap ke langit, dan bertanya kepada dirinya sendiri, “Untuk apa aku hidup? Apa makna semua ini?”

Kita lahir, tumbuh, belajar, bekerja, menikah, memiliki anak, menua, lalu meninggal. Di antara semua fase itu, manusia sering kali berjalan tanpa arah, terombang-ambing oleh gelombang dunia yang penuh ambisi, keinginan, dan kelelahan yang tak berujung. Banyak yang sibuk membangun dunia, namun lupa bahwa dunia bukanlah tempat tinggal yang sebenarnya.

Faktanya, Tuhan Ta’ala telah menjawab pertanyaan besar itu jauh sebelum kita mencarinya. Dalam firman-Nya yang begitu agung, Allah Ta’ala dikatakan,

Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali mereka untuk beribadah kepada-Ku.” (QS.Adz-Dzariyat : 56)

Ayat ini bukan sekadar pernyataan, tetapi jawaban atas hakikat eksistensi manusia di muka bumi ini. Allah menciptakan kita bukan untuk sekadar hidup dan menikmati dunia. Akan tetapi, ada tujuan besar di balik semua ini, yaitu untuk mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan tunduk kepada-Nya.

Namun, berapa banyak orang yang melupakan tujuan tersebut. Mereka menukar ibadah dengan kesenangan sesaat, menukar dzikir dengan musik duniawi, dan menukar kedekatan dengan Tuhan dengan mengejar makhluk fana.

Jalan menuju pengabdian sejati

Ibadah (al-‘ibadah) dalam pandangan Islam bukan sekadar sujud dan rukuk. Ia jauh lebih luas, mencakup seluruh aspek kehidupan yang diniatkan karena Allah. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah Tuhan memberkati menjelaskan dengan sangat dalam,

Ibadah adalah sebutan menyeluruh untuk segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, termasuk perkataan dan perbuatan lahiriah maupun tersembunyi

“Ibadah adalah istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridai Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.” [1]

Artinya, bekerja mencari nafkah untuk keluarga, menuntut ilmu, menolong sesama, bahkan tersenyum kepada orang lain, semua bisa menjadi ibadah jika dilakukan karena Allah.

Sayangnya, banyak yang mengira ibadah hanyalah rutinitas ritual. Padahal, ibadah sejati adalah pola hidup, cara pandang yang membuat setiap detik hidup menjadi bernilai di sisi Allah. Ia adalah kesadaran penuh bahwa setiap langkah kita dilihat, dicatat, dan akan dimintai pertanggungjawaban.

Dunia tempat pengujian dan perhentian

Kehidupan dunia bukan tempat istirahat, melainkan medan ujian. Allah Ta’ala dikatakan,

Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.

“(Dialah Allah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)

Ayat ini menegaskan bahwa hidup bukan soal panjangnya usia atau banyaknya karya, tetapi seberapa baik dan ikhlas amal kita. Al-Fudhail bin ‘Iyadh Tuhan memberkati menjelaskan tafsir ayat ini dengan kalimat yang amat dalam,

Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar.

“Yang dimaksud ‘terbaik amalnya’ adalah yang paling ikhlas dan paling benar.” [2]

Ikhlas adalah ketika seseorang berbuat baik hanya karena Allah, tanpa mengharap pujian manusia. Yang benar adalah bila amalnya sesuai dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah dua syarat diterimanya amal, yaitu ikhlas dan sesuai petunjuk.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengingatkan bahwa dunia bukanlah tempat bersenang-senang, melainkan tempat menahan diri dan berjuang. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

Dunia adalah penjaranya orang beriman dan surganya orang kafir

“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

Seorang mukmin menahan dirinya dari hawa nafsu yang diharamkan, bukan karena tidak ingin bahagia, tetapi karena ia tahu kebahagiaan sejati menanti di akhirat. Sedangkan orang kafir, tidak memiliki harapan setelah mati, maka seluruh “surga”-nya habis di dunia ini.

Tuhan melihat isi hati seorang hamba, bukan penampilan luarnya

Di dunia, kemuliaan sering diukur dengan jabatan, kekayaan, dan ketenaran. Namun di sisi Allah, ukuran itu tidak berarti apa-apa tanpa ketakwaan. Allah ‘Azza wa Jalla disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 13,

Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat : 13)

Kisah tentang seorang sahabat mulia, Abdullah bin Mas’ud semoga Tuhan memberkatimu, memberikan pelajaran mendalam. Ketika para sahabat lain menertawakan betisnya yang kecil dan kurus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, timbangannya lebih berat dari siapa pun.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kedua anak sapi itu pada hari kiamat nanti akan lebih berat timbangannya di hari kiamat dibandingkan gunung Uhud.” (HR.Ahmad)

Ini adalah pelajaran yang luar biasa. Manusia menilai berdasarkan penampilan, namun Tuhan menilai berdasarkan hati dan perbuatan. Abdullah bin Mas’ud boleh jadi kecil di mata manusia, namun besar di mata Allah karena ketaatannya, qiyamullail-, langkahnya menuju masjid, dan keikhlasannya dalam mencari ilmu.

Jadikan hidup layak untuk dijalani

Hasan Al Bashri Tuhan memberkati dikatakan,

Wahai anak Adam, kamu hanyalah hari-hari, dan apabila satu hari berlalu, maka sebagian dari dirimu pun ikut hilang.

“Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu hanyalah kumpulan hari-hari. Jika satu hari berlalu, maka hilang sebagian dari dirimu.” [3]

Kata-kata ini seperti petir bagi hati yang lalai. Setiap hari yang berlalu sejatinya adalah potongan umur yang tidak akan pernah kembali. Berapa banyak hari yang kita habiskan untuk hal yang tidak bermanfaat? Berapa banyak waktu terbuang hanya untuk kesenangan sementara?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,

Kaki seorang hamba tidak akan bergerak pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang hidupnya dan bagaimana dia menghabiskannya, pengetahuannya tentang apa yang dia kerjakan, dan kekayaannya serta dari mana dia memperolehnya. Dan untuk apa dia membelanjakannya, dan untuk tubuhnya, dan untuk apa dia menggunakannya.

“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergerak pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya, di mana ia membelanjakannya; tentang ilmunya, bagaimana ia mengamalkannya; tentang hartanya, dari mana ia memperolehnya dan ke mana ia menafkahkannya; dan tentang tubuhnya, di mana ia menggunakannya.” (HR. Tirmidzi)

Bayangkan hari itu, ketika semua amal kita dibuka di hadapan Allah. Tidak ada lagi tempat bersembunyi, tidak ada alasan yang bisa menipu. Hanya amal dan niat yang akan berbicara.

Kebahagiaan sejati adalah dekat dengan Allah

Banyak manusia mengira kebahagiaan ada pada harta yang melimpah, rumah megah, atau jabatan tinggi. Tetapi kenyataannya, banyak yang bergelimang harta tapi hatinya gundah, banyak yang berkuasa tapi jiwanya hampa.

Allah ‘Azza wa Jalla dikatakan,

Sesungguhnya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram

“Ingat, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 28)

Ketenangan sejati bukan datang dari luar, tetapi dari dalam dari hati yang mengenal Tuhannya. Setiap sujud, setiap zikir, setiap air mata di sepertiga malam adalah sumber kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dengan dunia.

Ibnul Qayyim Tuhan memberkati dikatakan,

Dalam hati ada rasa gejolak yang hanya bisa dirasakan dengan berpaling kepada Tuhan

“Dalam hati manusia ada kekosongan yang tidak dapat diisi kecuali dengan kembali kepada Tuhan.” [4]

Dunia hanya perjalanan yang singkat

Hidup adalah perjalanan singkat menuju keabadian. Dunia hanyalah persinggahan sementara, tempat menanam amal untuk dipanen di akhirat. Allah berfirman,

Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kenikmatan tipu daya.

“Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan kesenangan yang menipu.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

Jadi, jangan biarkan dunia menipu kita. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Jadikan setiap nafas sebagai ibadah, setiap langkah sebagai jalan menuju keridhaan Allah, dan setiap kesulitan sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya.

Dalam hadis riwayat Abu Hurairah semoga Tuhan memberkatimu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa dengan doa yang indah,

Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang menjadi pelindung urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat penghidupanku, dan jadikanlah kematian sebagai rahmat bagiku dari segala keburukan.

“Ya Allah, jadikanlah bagiku agamaku yang menjadi penjaga urusanku. Dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku tinggali. Dan jadikanlah kematian sebagai rahmat bagiku dari segala keburukan.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Semoga Tuhan menjadikan hidup kita penuh keberkahan, waktu kita layak disembah, hati kita selalu melekat pada-Nya, dan akhir hidup kita ditutup dengan kebahagiaan. husnul khatimah.

Wallahu Ta’ala a’lam bish-shawab.

***

Penulis: Gazzetta Raka Putra Setyawan

Artikel Muslimah.or.id

Catatan kaki:

[1] Sharh Kitab Al-Farqu baina ‘Ibadati Ahlil Islam wal Iman wa ‘Ibadati Ahlis Shirki wan Nifaq li Ibni Taimiyah, 2: 4; melalui Maktabah Syamilah.

[2] Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim8:176.

[3] Hilyatul Awliya’, 2: 148.

[4] Madarij As-Salikin, 3: 156.


News
Berita Teknologi
Berita Olahraga
Sports news
sports
Motivation
football prediction
technology
Berita Technologi
Berita Terkini
Tempat Wisata
News Flash
Football
Gaming
Game News
Gamers
Jasa Artikel
Jasa Backlink
Agen234
Agen234
Agen234
Resep
Download Film

A gaming center is a dedicated space where people come together to play video games, whether on PCs, consoles, or arcade machines. These centers can offer a range of services, from casual gaming sessions to competitive tournaments.