Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, praktik penyembelihan hewan pun mengalami perubahan signifikan. Di berbagai rumah potong modern, penyembelihan sering kali dilakukan secara mekanis dengan mesin, menggunakan peralatan otomatis, bahkan didahului dengan pembiusan atau pingsan sebelum penyembelihan. Di sisi lain, muncul pula kelalaian atau kesengajaan dalam tidak menyebut nama Allah saat penyembelihan.
Pada artikel kedua ini, kita akan membahas tiga permasalahan penting: (1) penyembelihan mekanis dengan mesin, (2) penyembelihan tanpa menyebut nama Allah, dan (3) pembiusan sebelum penyembelihan.
Penyembelihan mekanis dengan mesin
Jumlah manusia semakin banyak dan kebutuhan terhadap hewan yang boleh dimakan pun meningkat dalam jumlah besar, sehingga menyulitkan proses penyembelihan dan pensyariatan secara manual seperti cara-cara lama. Oleh karena itu, metode penyembelihan pun mengalami perubahan dari cara-cara sebelumnya, seiring dengan banyaknya jumlah hewan yang disembelih dan kemudahan dalam distribusinya. Hal ini menuntut penggunaan alat (mesin) yang modern, untuk mempercepat proses penyembelihan. [1]
Para sarjana telah mengumpulkan kondisi pembantaian, yang jika mereka dipenuhi, dan tidak ada hambatan; Dengan demikian pembantaian dianggap legal, dan hewan -hewan pembantaian halal dikonsumsi. [2]
Ada empat syarat untuk disembelih untuk dianggap legal sesuai dengan Syariah:
Pertama: Kualifikasi pembantaian, yang masuk akal dan jahat untuk membantai Syar’i. Maka itu tidak disembelih secara hukum dari anak -anak yang gila, mabuk, atau kecil Mumayyiz, karena mereka tidak memiliki maksud (niat) yang sah.
Ibnul Mundzir Rahimahullah dikatakan,
Semua yang kami simpan dari para sarjana dengan suara bulat setuju untuk mengizinkan pengorbanan wanita dan anak laki -laki itu
“Seluruh ulama yang kami ketahui bersepakat bahwa sembelihan perempuan dan anak kecil yang sudah Mumayyiz adalah halal. ” [3]
Kedua: Menggunakan alat yang tajam dan bisa memotong karena ketajamannya, bukan karena beratnya. Baik itu dari besi, batu, kayu, atau selainnya, asalkan bukan dari tulang atau kuku. Ini merupakan pendapat yang disepakati oleh para ulama tentang keabsahan penyembelihannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Di hadits Rafi ‘bin khadij,
Apa sungai darah dan nama Tuhan dan nama Tuhan, pada -Nya, bukanlah usia dan paku
“Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah padanya, maka makanlah. Kecuali gigi dan kuku.” (HR. Bukhari no. 2488 dan Muslim no. 5065) [4]
Ketiga: Memotong Al-healqūm (tenggorokan, yaitu saluran napas), Al-mari ‘ (kerongkongan, yaitu saluran makanan dan minuman), dan salah satu dari dua Wadajain (dua urat nadi di leher, yaitu pembuluh darah besar).
Keempat: Pembantaian berbicara bismillah (Atas nama Tuhan) saat menggerakkan tangannya untuk menyembelih, berdasarkan firman Allah Mengetuk,
Dan jangan makan dari apa yang tidak disebutkan dengan nama Tuhan, dan itu tidak bermoral
“Dan janganlah kalian memakan (hewan) yang tidak disebut nama Allah atasnya, karena sesungguhnya itu adalah kefasikan.“(Qs. Al-Them: 121) [5]
Namun demikian, para ulama berselisih pendapat tentang keabsahan penyembelihan tanpa menyebut nama Allah, yang akan dijelaskan di sub bab berikut ini:
Pembantaian tanpa menyebutkan nama Allah
Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin mengatakan, “Masalah ini —yakni tentang menyebut nama Allah saat menyembelih atau saat berburu— diperselisihkan oleh para ulama dalam beberapa pendapat:
Opini Pertama: Menyebutkan nama Tuhan tidak diwajibkan untuk disembelih atau berburu, tetapi hanya Sunah. Mereka menggigit dengan hadits yang tidak sah:
Pengorbanan seorang Muslim diizinkan, bahkan jika nama Tuhan tidak disebutkan di atasnya
“Sembelihan seorang Muslim itu halal meskipun ia tidak menyebut nama Allah atasnya.”
Pendapat kedua: Menyebut nama Allah wajib, tetapi gugur jika karena lupa atau tidak tahu, baik dalam penyembelihan maupun dalam perburuan.
Opini ketiga: Menyebut nama Allah adalah syarat dalam penyembelihan dan perburuan, namun gugur karena lupa dalam penyembelihan, tidak gugur dalam perburuan. Ini adalah pendapat yang masyhur di kalangan Fuqaha Hanabilah.
Opini Keempat: Menyebut nama Allah adalah syarat dalam penyembelihan maupun perburuan, dan tidak gugur karena lupa atau karena tidak tahu. Ini adalah pendapat Syekhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahdan merupakan pendapat paling kuat berdasarkan argumen yang ada. [6]
Di tempat yang lain, beliau menyebutkan dalil tersebut, dengan mengatakan, “Menyebut nama Allah (Basmalah) saat menyembelih adalah syarat sahnya penyembelihan. Ia tidak gugur —baik karena sengaja, lupa, maupun karena tidak tahu— karena ia termasuk syarat, dan syarat tidak gugur baik secara sengaja, lupa, ataupun karena kebodohan. Hal ini karena Allah Kisah dikatakan,
Dan jangan makan dari apa nama Tuhan tidak disebutkan
‘Dan janganlah kalian memakan (hewan) yang tidak disebut nama Allah atasnya.’ (QS. Al-An‘ām: 121)
Dalam ayat itu, Tuhan berkata (yang berarti) ‘Nama Tuhan tidak disebutkan di atasnya’, tanpa membatasi apakah ditinggalkan secara sengaja atau karena lupa.” [7]
Pembiusan sebelum penyembelihan
Seiring dengan keperluan terhadap penyembelihan dalam jumlah yang sangat banyak, mulai ditemukan dan digunakan alat listrik untuk menyetrum hewan sebelum disembelih. Persoalan ini telah dikaji oleh lembaga-lembaga fikih, di antaranya Majelis Fikih yang berada di bawah naungan Sifat Islam Rabithah, dalam sidangnya yang ke-10 yang diselenggarakan di Makkah, mulai hari Sabtu, 24 Safar 1408 hingga Rabu, 28 Safar 1408.
Sidang tersebut mengeluarkan keputusan dengan menetapkan beberapa syarat agar sembelihan dianggap sah, yaitu:
Pertama: Jika hewan yang boleh dimakan disetrum dengan arus listrik, kemudian disembelih atau ditusuk (NATR) Di negara yang masih hidup, pembantaian itu secara hukum dan sah untuk dimakan, berdasarkan Firman Tuhan Mengetuk,
Kecuali Anda
“Kecuali yang sempat kalian sembelih …” (Qs. Al-Mādah: 3)
Kedua: Jika ruh hewan tersebut hilang (mati) karena setruman sebelum sempat disembelih, maka statusnya adalah bangkai dan haram dimakan, karena keumuman firman Allah Mengetuk,
Kematian dilarang untuk Anda
“Terlarang untukmu bangkai …” (Qs. Al-Mādah: 3)
Ketiga: Jika arus listrik yang digunakan bertegangan rendah, ringan, dan tidak menyiksa hewan, serta terdapat maslahat —seperti meringankan rasa sakit saat disembelih atau menenangkan hewan agar tidak melawan—, maka hal tersebut diperbolehkan secara syar’i dengan mempertimbangkan maslahat.
Disebutkan dalam keputusan tersebut Majma‘ Fiqh Islami Internasional, yang berada di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam, keputusan nomor 94 (3/10), dalam pembahasan seputar penyembelihan unggas, bahwa:
Unggas mungkin tidak diperkuat dengan sengatan listrik; Karena percobaan terbukti dari jarak ini hingga kematian persentase yang tidak terputus sebelum pintar
“Tidak boleh membius unggas dengan setrum listrik, karena terbukti dari hasil eksperimen bahwa sebagian besar unggas mati sebelum sempat disembelih secara syar’i.”
Keputusan tersebut juga memuat beberapa syarat teknis terkait penggunaan alat listrik untuk pembiusan sebelum penyembelihan. Bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut, silakan merujuk langsung ke dokumen keputusannya. [8]
Demikian pembahasan tentang tiga permasalahan kontemporer seputar penyembelihan hewan: (1) penyembelihan mekanis dengan mesin, (2) penyembelihan tanpa menyebut nama Allah, dan (3) pembiusan sebelum penyembelihan. Oleh Allah, A’lam Bish Showab.
Pada artikel ketiga, Bersedia Tuhan akan dibahas dua hal penting lainnya: hukum impor daging dari negara non-Muslim serta jawaban terhadap kritik para aktivis hewan tentang penyembelihan dalam Islam.
[Bersambung]
Kembali ke bagian 1
***
Rumdin PPIA Sragen, 2 Safar 1447
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel Muslim.or.id
Referensi utama:
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. Al-Mulakhkhsh al-Fiqhi. Mesir: Dar al-‘aqidah, 2009.
Al-Muthlaq, Abdullah bin Muhammad. Al-Fiqh al-Muyassar: Pat. Edisi Keempat. Riyadh: Madarulul Wathan, 1439 /
Catatan kaki:
[1] Al-Fiqh al-Muyassar, 13: 38.
[2] Lihat Syarh Nadzm al-Qowa’id al-Fiqiyyahhal. 49.
[3] Al-‘uddah Syarḥ al-‘umdahhal. 447. Dinukil dari Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 17.
[4] Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 17.
[5] Lihat Al-Mulakhkhsh al-Ffqhi, 2: 430-432.
[6] Diringkas dari Syarḥ al-mumti ‘ala zād al-mustaqni’, 7: 445-446.
[7] Syarḥ al-mumti ‘ala zād al-mustaqni’, 7: 443.
[8] Disarikan dari Al-Fiqh al-Muyassar4: 120-121.
[9] Al-Fiqh al-Muyassar, 13: 38.
Game News
Berita Olahraga
News
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Teknologi
Seputar Teknologi
Drama Korea
Resep Masakan
Pendidikan
Berita Terbaru
Berita Terbaru
Download Film
Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.